Hujan malam ini tenang, setenang dirimu saat kusapa kemarin malam
Baju hijau tua kau kenakan
“Mau kemana?”, tanyaku
“Mau pergi”, jawabmu
“Bukankah sakit tengah kau derita? Baiknya kau diantar berkendara..”
Kau tersenyum,
Pergi lalu dengan motor hijau besarmu
Pergi dengan tenang, setenang hujan malam ini
***
Hujan malam ini tenang, setenang dirimu ketika dulu kau kutanya tentang hidup
“Setahun lalu kulihat kau baik dalam hidupmu”, kubuka bincang sore itu
“Memang. Lalu kenapa?”, kau sambut bincangku
“Mengapa kini kau begini? Tak maukah kau baik seperti dulu aku mengenalmu?”, tambahku
“Tenang saja. Aku akan kembali baik pada masanya”,
Jawabmu menutup cerita senja
Jawab yang tenang, setenang hujan malam ini
***
Hujan malam ini tenang, setenang dirimu membawa lara
Demam tinggi tak kau bagi, tekanan hebat kau rasa sendiri
Belum sempat aku menjengukmu tuk sekedar berucap:
“Teman, kau hebat. Super hebat”
Dengan tenang kau pergi pagi tadi, setenang hujan malam ini
***
Hujan malam ini tenang dalam derasnya. Tanpa petir tanpa halilintar
Hujan deras tanpa kemarahan seperti biasa, serupa tangisan dari angkasa
Melepas jasadmu yang tak lagi kembali ke kota ini
Dengan tenang, kau diantarkan menuju hidup abadi di tanah Pandeglang
Dengan tenang, setenang hujan malam ini..
(semoga tenang kau bersama-NYA)
***
#untuk teman, sahabat dan saudaraku Arvian Purwandella#
***
Adel, saranmu tentang tugas akhir yang kutanya beberapa bulan lalu, “Pengaruh Sedekah Terhadap Siksa Kubur”, tolong tanyakan ke komisi sidang di sana: layakkah diskripsikan?
Telitilah, aku rasa kau akan merasakan pengaruh besar. Siksa kubur tak kau rasa sebab ku tahu sedekah dapat jadi peredam jika memang dengan keikhlasan.
Dan kau ahli sedekah, insya Allah kau ikhlas di dalamnya. Amin.
***
Bumi Purbalingga, 16 Februari 2012
Tetap dengan senyum, dalam duka kami percaya kau bahagia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar